Laporan Lain

Tampilkan postingan dengan label Programs. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Programs. Tampilkan semua postingan

Minim Minat Pelajar di Kota Padangsidimpuan Terhadap Literasi

Direktur Lembaga Pengembangan dan Kajian Kebudayaan Daerah (LPK Budaya), Efry Nasaktion, memberikan pelatihan Menulis Puisi dalam Coaching Clinic Menulis di SMP IT Darul Hasan Kota Padangsidimpuan. 

Penulis: Dian Maas Saputra

Minat para pelajar SD, SMP, SMA, dan sederajat di Kota Padangsidimpuan terhadap literasi sangat bermasalah. Mereka bukan saja tak membaca, tetapi juga kesulitan untuk memahami bahan bacaan.

Direktur Lembaga Pengembangan dan Kajian Kebudayaan Daerah (LPK Budaya),  Efry Nasaktion, mengungkapkan hal itu sebagai penyebab minimnya generasi muda di Kota Padangsidimpuan yang memiliki kemampuan kreatif untuk berkembang. 

"Kita jarang mendengar anak-anak didik berprestasi di bidang ilmu pengetahuan, kreativitas berkarya, atau hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas dirinya," katanya saat ditemui di  lokasi Coaching Clinic Menulis yang digelar Sekolah Menulis  Padangsidimpuan di SMP Swasta Islam Terpadu Darul Hasan Kota Padangsidimpuan, Rabu, 20 Agustus 2025.

Di dalam berbagai perlombaan yang digelar Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, terutama oleh Pusat Prestasi Nasional, Efry mengatakan jarang terdengar siswa dari Kota Padangsidimpuan yang berhasil menjadi pemenang. 

Efry mencontohkan dalam Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) sebagai ajang talenta di bidang seni yang diselenggarakan secara berjenjang, mulai dari tingkat daerah hingga nasional, diikuti oleh siswa SD, SMP, SMA, dan SLB.  

Belum lagi Lomba Kompetensi Siswa (LKS), Kompetisi Sains Nasional (KSN), Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI), Kompetisi Olahraga Siswa Nasional (KOSN), Festival Inovasi Kewirausahaan Siswa Indonesia (FIKSI),  National University Debating Championship (NUDC), Kompetisi Debat Mahasiswa Indonesia (KDMI), atau Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Nasional (PILMAPRES).

"Prestasi generasi muda di Kota Padangsidimpuan lebih banyak pada urusan modeling, tetapi sampai hari ini kita tidak pernah mendengar ada kontribusinya terhadap perkembangan industri modeling di kota ini," katanya. 

Menurut Efry, berdasarkan banyak literatur sejarah, Kota Padangsidimpuan telah melahirkan banyak tokoh pendidikan, pemikir kebudayaan, orang-orang kreatif yang memberi kontribusi terhadap bangsa dan negara. 

"Padangsidimpuan sudah melahirkan  banyak tojkoh nasional. Negara tercinta ini berutang banyak terhadap rakyat Kota Padangsidimpuan," katanya. 

Tapi, lantaran proses regenerasi tidak berjalan dengan baik, apa yang sudah dilakukan para tokoh bangsa asal Kota Padangsidimpuan tak lagi diingat. "Orang-orang melupakan Lafran Pane sebagai salah satu generasi emas dari Kota Padangsidimpuan, yang hidup dan bersekolah di Kota Padangsidimpuan," katanya.

Lafran Pane salah seorang pendiri HMI. Ia menghabiskan masa kecilnya di Kota Padangsidimpuan. Namun, orang Padangsidimpuan kurang mengetahui bahwa Lafran Pane bagian dari kota ini.     

Menurut Efry, kondisi ini terjadi karena generasi muda tidak mempelajari sejarah yang ada di kotanya. Minat mereka sangat kurang, sehingga pengetahuan mereka menjadi minim. 

"Ada anak-anak yang berprestasi di bidang pembacaan puisi, menulis karya sastra, tetapi mereka menjadi pemenang bukan karena memahami apa yang dikerjakannya," katanya. 

Efry yang menjadi instruktur di bidang Menulis Puisi dalam kegiatan Coaching Clinic Menulis yang digelar di SMP Swasta Islam Terpadu Darul Hasan Kota Padangsidimpuan, berharap bisa menemukan siswa SMP IT Darul Hasan Kota Padangsidimpuan yang memiliki bakat di bidang sastra. 

"Siswa di Darul Hasan sering memenangi perlombaan-perlombaan. Semoga anak-anak yang menjadi pemenang perlombaan-perlombaan itu menjadi generasi yang berkembang dan mampu mengembangkan dunia sastra," katanya. 

Menurut Efry, generasi muda di Kota Padangsidimpuan kurang meminati literasi karena perkembangan zaman di era mereka merupakan zaman teknologi informatika. Alat-alat telekomunikasi seperti gatget lebih menyita perhatian generasi muda, dan itu menjauhkan mereka dari kerja-kerja yang membutuhkan ketekunan dan penguatan gagasan seperti kerja menulis karya sastra. 

"Generasi muda cenderung mengejar hiburan, memilih bermain game, melihat media sosial hanya untuk mendapatkan hal yang menghibur dirinya," katanya.


Sekolah Menulis Padangsidimpuan Menggelar Coaching Clinic Menulis

Penulis: Dian Maas Saputra


Coaching Clinic Menulis ditujukan untuk pelajar SD, SMP, SMA (sederajat). Program yang digelar Sinar Tabgsel bersama Sekolah Menulis Padangsidimpuan ini sudah berjalan sejak tahun 2017. Ketika pandemi Covid-19, program ini berhenti sampai 2020. 

Mulai 2021, program Coaching Clinic berupa pelatihan yang berfokus pada peningkatan keterampilan menulis,  dilaksanakan dalam bentuk road show ke lingkungan sekolah dan perguruan tinggi di wilayah Tapanuli bagian Selatan (Tabgsel). 

Coaching Clinic Munlis dirancang untuk memberikan bimbingan dan umpan balik secara individual kepada para pemula dalam berbagai jenis tulisan seperti cerpen, puisi, karya jurnalistik, esai, atau karya tulis lainnya. 

Kegiatan ini terdiri dari 5 pertemuan.  Masing-masing pertemuan akan memfokuskan pada satu pembahasan: (1)membahas tentang berbahasa Indonesia yang baik dalam menulis; (2)Menulis  Prosa Cerita pendek; (3)Menulis Puisi; (4)Menulis Karya Jurnalistik;  (5)Menulis Opini/Kolom untuk Media Massa; dan (6)Menulis  Artikel Ilmiah. 

Setiap pertemuan berlangsung selama dua jam secara tatap muka. Selama dua jam, waktu akan dibagi satu jam untuk praktek bimbingan menulis. Setiap peserta pelatihan akan dibimbing teknik menulis hingga mampu menghasilkan karya tulis. 

Pada pertemuan ke-lima,  setiap peserta pelatihan sudah memiliki karya yang siap untuk diterbitkan menjadi buku. 

TUJUAN COACHING CLINIC

1. Meningkatkan Keterampilan Menulis:

Coaching Clinic membantu peserta pelatihan mengembangkan teknik menulis yang efektif: memilih ide, menggambar (membuat narasi) dengan kata,  mengembangkan argumen, dan menggunakan bahasa yang tepat. 

2. Memberikan Umpan Balik Konstruktif:

Peserta Coaching Clinic mendapatkan umpan balik langsung atau tanggapan dari instruktur mengenai kekuatan dan kelemahan tulisan mereka, serta saran untuk perbaikan. 

3. Meningkatkan Motivasi dan Kepercayaan Diri:

Dukungan dan bimbingan dari pelatih dapat meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri penulis dalam berkarya. 

4. Mempercepat Proses Penulisan:

Dengan mendapatkan bimbingan yang terarah, peserta pelatihan dapat mengatasi hambatan dalam proses penulisan dan menyelesaikan karya mereka lebih cepat. 

5. Mendapatkan Bimbingan Secara Online

Selesai lima pertemuan, peserta Coaching Clinic tetap akan mendapat bimbingan dari instruktur selama berkaitan dengan kerja-kerja kepenulisan.  Instruktur akan menjadi "pendamping" peserta Coaching Clinic dalam menghasilkan karya tulis.


BENTUK COACHING CLINIC

Sesi Tatap Muka:

Coaching Clinic melibatkan pertemuan antara instruktur dengan peserta secara langsung, di mana peserta dapat berkonsultasi dan mendapatkan umpan balik. 

Sesi Online:

Dapat dilakukan melalui video conference atau platform online lainnya, memungkinkan peserta dari berbagai lokasi untuk mengikuti pelatihan. 

Interaktif:

Coaching Clinic melibatkan diskusi interaktif, latihan menulis, dan sesi tanya jawab untuk memaksimalkan pemahaman peserta. 

Kelompok atau Individu:

Coaching Clinic dalam kelompok kecil, sementara yang lain menyediakan sesi individu untuk fokus pada kebutuhan spesifik peserta. 


MANFAAT COCHING CLINIC

1. Meningkatkan Kualitas Tulisan:

Peserta akan belajar cara menulis dengan lebih baik, jelas, dan efektif. 

2. Mempercepat Proses Produksi:

Dengan bimbingan yang tepat, penulis dapat menyelesaikan tulisan mereka lebih cepat. 

3. Membangun Jaringan:

Beberapa coaching clinic melibatkan pertemuan dengan penulis lain, yang dapat memperluas jaringan profesional. 

4. Meningkatkan Kepercayaan Diri:

Dengan umpan balik yang positif dan dukungan dari pelatih, penulis akan merasa lebih percaya diri dalam kemampuan mereka. 

INSTRUKTUR

Budi Hutasuhut, lahir dengan nama Budi P Hutasuhut. Sarjana ilmu komunikasi, pascasarjana ilmu jurnalistik, dan pascasarjana manajemen komunikasi.  Menulis buku-buku jurnalisme, buku sastra, melakukan penelitian kebudayaan, dan menjadi instruktur pelatihan menulis di berbagai kota di Indonesia. 

Selama 2000-2008 mengajarkan ilmu komunikasi dan terapannya di Universitas Lampung, Universitas Bandar Lampung, IAIN Radin Intan, Universitas Saburai, dan menjadi konsultan di bidang media. Pernah bekerja di Grup Media Indonesia sebagai wartawan dengan jabatan terakhir Kepala Penelitian dan Pengembangan (Ombudsman) Harian Umum Lampung Post, bekerja di Koran Lampung,  dan bekerja di Harian Lampung Ekspress.  

Saat ini mengelola sejumlah media online.

Dian Maas Saputra kelahiran 1995.  Ia seorang trainer outbond, akting, dan telah membintangi dua film, Cintaku di Bumi Angkola dan Batang Ayumi.  Bekerja sebagai peneliti.  Ia juga Direktur Sekolah Menulis Padangsidimpuan.

Ahmad Rusli Harahap, M.Hum seorang pengajar bahasa di UIN Syuhada, Aufaroyan Padangsidimpuan,  dan sejumlah perguruan tinggi swasta di Sumatra Utara.  Ia menjadi pengelola jurnal ilmu pengetahuan SHINTA 4, melakukan penelitian tentang masalah pendidikan yang disiarkan di sejumlah jurnal ilmu pengetahuan.

Sarjana pendidikan dari Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan dan Keguruan (STKIP) Tapanuli Selatan ini, dan pascasarjana dari Universitas Andalas, ini dikenal luas sebagai aktivis yang menjadi ketua dari organisasi internal Partai Gerindra. 

Efry Nasaktion kelahiran Muarasipongi dengan nama asli Sepriadi Nasaktion. Sarjana pendidikan dari STKIP Tapanuli Selatan ini, lebih dikenal sebagai penyair. Ia telah diundang sebagai peserta dalam berbagai festival penyair. Ia juga menjadi juri FLS3N Padangsidimpuan, dan membuka kelas puisi secara online. 


CARA MENGIKUTI COACHING CLINIC

Coaching Clinic Menulis tahun 2025 diperuntukkan kepada siswa SD, SMP, SMA dan sederajat. Para pengelola sekolah bisa menghubungi  panitia Coaching Clinic Menulis yakni pengelola Sekolah Menulis Padangsidimpuan dan Sinar Tabagsel melalui nomor kontak 0838 5218 0888. Penyelenggara Coaching Clinic Menulis akan mendiskusikan untuk menentukan jadwal dan pelatihan apa saja yang diinginkan sekolah. 

Pihak pengelola sekolah yang menentukan jadwal pelatihan, jumlah siswa yang ikut, dan lokasi pelatihan. Penyelenggara menyediakan materi, metode pelatihan, dan instruktur yang akan terlibat dalam Coaching Clinic.  

PILIH KELAS MENULIS



Siswa SMP IT Darul Hasan Padangsidimpuan Gelar Coaching Clinic Menulis

Ahmad Rusli Harahap, M.Hum, sedang memaparkan materi tentang Bahasa Indonesia sebagai Pengetahuan Dasar Menulis dalam Coaching Clinic Menulis yang digelar Sekolah Menulis Padangsidimpuan di SMPIT Darul Hasan padangsidimpuan. 

Penulis: Mariam Harahap | Editor: Mahendra Siregar

Sekolah Menulis Padangsidimpuan, lembaga pendidikan informal yang dibentuk oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Kebudayaan Daerah (LKPKD), menggelar "Coaching Clinic Menulis" di lingkungan siswa SMP Islam Terpadu Darul Hasan Kota Padangsidimpuan selama lima hari, sejak Selasa, 19 Agustus 2025 sampai 24 Agustus 2025. 

Kepala SMP Islam Terpadu Darul Hasan Padangsidimpuan, Fatma Muhriza, M.Pd, mengatakan kegiatan Coaching Clinic Menulis yang digelar di SMP IT Padangsidimpuan ini merupakan program Dinas Pendidikan Kota Padangsidimpuan untuk meningkatkan kemampuan siswa-siswa dalam literasi. 

"Literasi siswa harus ditingkatkan. Dengan coaching clinic menulis ini, kita berharap anak-anak mendapatpendidikan dan pelatihan menulis agar mereka lebih mencintai literasi," kata  Fatma Muhriza, M.Pd saat membuka acara Coaching Clinic Menulis di gedung SMP IT Darul Hasan Padangsidimpuan, Selasa, 19 Agustus 2025. 

Menurut Fatma Muhriza, M.Pd, program pendidikan dan pelatihan menulis untuk siswa SMP IT Darul Hasan Padangsidimpuan  untuk meningkatkan kualitas siswa didik. "Saya berharap kegiatan seperti ini berlangsung agar anak-anak didik bisa mengembangkan kemampuan dan kapasitas dirinya."

Sementara itu, Dian Maas Saputra, Direktur Sekolah Menulis Padangsidimpuan, mengatakan dalam kegiatan Coaching Clinic Menulis ini, Sekolah Menulis Padangsidimpuan menyediakan para trainer yang akan memberikan pelatihan bidang "Menulis Cerpen" dan "Menulis Karya Jurnalistik" akan disampaikan Budi Hutasuhut, seorang sastrawan cum jurnalis yang juga Pemimpin Redaksi Sinar Tabagsel. 

Selain itu,  tambah Dian, akan ada materi tentang "Menulis Puisi" yang disampaikan Efry Nasaktion, seorang penyair yang juga menjadi trainer penulisan puisi di berbagai lembaga. 

Sementara pengetahuan dan pemahaman tentang Bahasa Indonesia sebagai dasar untuk menulis akan diberikan oleh  Ahmad Rusli, M.Hum, seorang akademisi. 

"Hari pertama Coaching Clinic Menulis akan dimulai dengan materi Bahasa Indonesia," kata Dian. 

Menurut Dian, Coaching Clinic Menulis merupakan program yang dilakukan LKPKD setiap tahun dengan cara roadshow ke sekolah-sekolah yang ada di wilayah Tapanuli bagian Selatan. "Tahun ini kita menggelar di SMP IT Darul Hasan, dan beberapa sekolah lainnya. Tahun 2024 lalu, kita menggelar hal serupa di SD IT Bunaiya padangsidimpuan," katanya.

Dengan program roadshow Coaching Clinic Menulis ini diharapkan akan muncul potensi-potensi baru penulis di Kota Padangsidimpuan. "Kami yakin, generasi muda di Kota Padangsidimpuan memiliki kreativitas yang luar biasa. Mereka hanya butuh medium dan pembimbing," katanya.      

"Toelbok Haleon", Novel Sutan Pangurabaan Pane yang Menyimpan Warisan Kultural Angkola

Novel "Toelbok Haleon" ditulis Sutan Pangurabaan Pane pada tahun 1909, saat dia sering bepergian dari Muara Sipongi-Padang Sidimpuan-Ford de Kock-Sibolga. Dia seorang pengusaha di segala bidang, mulai dari pedagang hasil bumi, pedagang buku yang ditulis dan diterbitkan sendiri, sampai sebagai pengusaha transportasi. Dia memilih pekerjaan sambil bekerja sebagai guru.

Oleh Budi Hatees

Awalnya dia jadi guru di HIS Muara Sipongi, sebuah daerah yang menyebabkan istrinya selalu menderita suatu penyakit yang tak terobati. Alasan penyakit istrinya itu membuatnya pindah ke Padang Sidimpuan. Dia menjadi guru di HIS Padang Sidimpuan, tetapi kemudian dia berhenti karena bisnisnya berkembang pesat sejak novel Toelbok Haleon jadi karya yang banyak dibaca publik.
Istrinya meninggal di Padang Sidimpuan. Konon, istri Sutan Panguraban Pane yang fisiknya lemah, terkena serangan malaria. Untuk mengenang derita istrinya yang selalu sakit-sakitan, Sutan Pangurabaan Pane menamai anak terakhirnya sebagai Lafran Pane (nama yang dipinjam dari Charles Louis Alphonse Laveran, seorang ilmuwan peraih Nobel Kedokteran yang menemukan penyakit penyebab malaria).
Tahun 1909, novel Toelbok Haleon awalnya ditulis sebagai cerita bersambung di Poestaha, surat kabar berbahasa Angkola yang dikelola oleh Sutan Casayangan Harahap, seorang guru di Kweekschool Ford de Kock.
Sutan Casayangan masih kerabat Sutan Pangurabaan Pane, karena salah seorang dari anggota keluarga istri Sutan Pangurabaan Pane yang bermarga Siregar menikahi gadis bermarga Harahap di keluarga Sutan Casayangan Harahap. Mereka juga sempat satu sekolah di Kweekshool Padang Sidimpuan, tapi sekolah itu ditutup setelah wisuda terakhir. Sutan Casayangan Harahap wisudawan terakhir di Kweekschool Padang Sidimpuan. Sisa siswanya dialihkan ke Kweekschool Ford de Kock di Bukit Tinggi, dan Sutan Pangurabaan Pane salah satu yang dialihkan ke Kweekshool Ford de Kock.
Pertemanan dengan Sutan Casayangan membuat Sutan Pangurabaan Pane menekuni dunia surat kabar. Menulis novel pertamanya, "Toelbok Haleon", dan mendapat tanggapan luar biasa dari masyarakat pembaca. Tahun 1910-1930, Padang Sidimpuan merupakan kota yang ramai.
Sutan Pangurabaan Pane membuka novelnya dengan narasi sebagai berikut:
"Nada dope sadia dan sadia lolot, bonggal toe djae toe djoeloe sap toe desa na waloe, di poesot ni Tapanoeli on, na bahat pangomoan, marragam marbage-bage pandaraman. Mambege i manamboes ma halak na ro, adong na tandang mardjagal, tombal na malo majoerat ro ibana mandjalahi haredjo djoeroe toelis, adong antong na gabe djoeroe toelis ni Oelando, adong moese na gabe karani ni soedagar.
(Belum begitu lama, santer ke seluruh semesta, di pusat tanah Tapanuli, ada banyak pekerjaan dan beragam cara bisa dilakukan untuk mencari kehidupan. Mendengar cerita itu, berbondong-bondong orang datang, ada yang khusus berjualan, yang pandai baca tulis mencari pekerjaan sebagai juru tulis. Ada yang akhirnya jadi juru tulis Belanda (Oelando), ada yang jadi karani para saudagar.)
Halak na hoem saotik do sinaloanna manjoerat, tai sorana na gogo, bohina marrintop, pamatangna togos, bitisna toemboer, taoeken na lakoe ma ibana gabe mondoer. Ise na so malo di tangan hoem gogona do adong, laing dapot ibana pinomat hoem haredjo markoeli-koeli.
(Orang yang hanya sedikit kemampuannya dalam tulis baca, tapi suaranya kencang, keningnya mengkilap, badannya bertenaga, betisnya bengkak, karakter seperti itu cocok menjadi mandor. Siapa pun yang tak punya keahlian tapi hanya memiliki tenaga, tetap dapat pekerjaan meskji kerja sebagai kuli.)
Indoe, di dolok-dolok an, sian siambirang laho toe Kampoeng Toboe, di si ma djongdjong sada bagas nagodang. Moeda hoem torang sidoemadang ari manamboes ma djolma ro toe bagas i, sasadia halak Bolanda, Djao, Malajoe dohot halak hita marsibaen haredjona.
(Itu, di bukit-bukit, di sebelah kiri menuju Kampung Tobu, di situ berdiri sebuah rumah besar. Begitu hari terang, orang-orang akan riuh mendatangi rumah itu. Sebagian orang Belanda, Melayu, dan orang-orang kita akan melakukan apa saja di rumah itu).
Manamboes di si djolma na marpinfoeloen nada marsipatoe dongar-dongar sorana mandok: “Boengkoes on, momos i, porsan on, oban i!" ningna laho toedoe-toedoe toe barang na margoendalo-goendalo nadi bagas i.
(Mereka berteriak-teriak menyuruh seseorang sambil berkata: "Bungkus ini, saputi itu, pikul ini, bawa itu" sementara telunjuk menunjuk-nunjuk barang-barang yang berserakan di rumah itu.)
Dari pembukaan seperti itu, pembaca mendapat gambaran bahwa pusat Tapanuli (Keresidenan Tapanuli), yakni ibu kota Padang Sidimpuan, adalah kota dagang yang ramai dan sibuk. Kehidupan sudah menggeliat saat pagi. Orang-orang sibuk bekerja.
Frasa "Toelbok Haleon" yang dipakai Sutan Pangurabaan Pane menjadi judul novelnya, secara metaforik bermakna "jiwa yang lapar". Secara harfiah kata "toelbok" dari bahasa Angkola berarti "jiwa" dan kata "haleoin" berarti "musim kelaparan".
Di lingkungan masyarakat Angkola, masyarakat yang mendiami wilayah yang menjadi pusat dari Tanah Tapanuli (Keresidenan Tapanuli periode 1853-1905 beribukota Padang Sidimpuan), berlaku secara umum sekian banyak musim yang dikaitkan dengan tradisi bertani (padi sawah).
Ada musim "haleon" (kelaparan), "pakkuron" (bekerja), "baboon" (berutang pupuk), "boltok eme" (awal kelaparan), dan "manyabi" (panen). Musim-musim ini sangat erat kaitannya dengan sistem pengairan di pesawahan, yang mengandalakan tadah hujan, atau dalam bahasa Angkola "martahalak tu langit (ber-irigasi-kan langit)".
Musim-musim ini juga menjadi penanda waktu bagi masyarakat. Misalnya, ketika suatu komunitas masyarakat dari kampung A berkata kalau di daerah mereka sedang musim "baboon" (musim menyiangi gulma di sawah), bisa dipastikan komunitas masyarakat itu akan sulit diajak untuk urusan apa saja. Mereka akan menolak ajakan sambil berkata: "Sompit babaoon sannari (semua sempit di musim baboon ini)".
Atau, ketika "haleon" dialami suatu komunitas, bisa dibayangkan kalau setiap keluarga dalam komunitas itu hidup serbakekurangan bahan pangan. Tak ada lagi beras dan kondisi seperti itu serentak di kampung tersebut. Di masa lalu, saat "haleon", ketiadaan beras akan diganti dengan "silalat" (singkong), gadung (ubi jalar), atau umbi-ubian lainnya. Beras menjadi barang yang sangat mahal.
Pada tahun 1870-an, sejumlah kampung di Sipirok --yang merupakan wilayah Onderafdeeling di bawah pemerintahan administyratif Afdeeling Padang Sidimpuan -- pernah dilanda wabah pokken (penyakit cacar yang disebabkan virus variola). Waktu itu, pokken dianggap penyakit kutukan. Kulit seseorang yang terkena pokken akan melepuh, lalu meleleh mengeluarkan cairan yang diyakini dapat menulari orang lain.
Orang-orang sangat menderita, dikucilkan karena diduga terkena begu (hantu atau jin), dan diasingkan ke haritte (kepundan gunung berapi) di sekitar Desa Situmba agar tidak menulari orang lain. Pada masa itulah, terjadi wabah ikutan "haleon" atau musim kelaparan berkepanjangan. Wabah penyakit membuat orang tidak bisa bertani. Bahan makanan tak ada. Ubi-ubian tak ada. Keserakan di mana-mana. Perkelahian terjadi.
Sutan Pangurabaan Pane mengenangkabn peristiwa haleon itu dengan melahirkan frase "tolbok haleon" (jiwa yang kelaparan). Di dalam kata pengantar penulis (patoejolona) dari novel Toelbok Haleon, Sutabn Pangurabaan Pane menulis pesan:
".... dibaen i ma anso hoetoeget-toegeti pararat hobaran on, asa hoebaen oeloena Tolbok Haleon anso oelang magosian pangarohai ni dongan na doea toloe, mandok na masa tolbok haleon di hita on, moese anso rap tadjalahi dalan, sanga songon dia anso tolbok haleon i, niago sian tonga-tonga ni bangsonta, asa hasidoengarina mardonaon hita soede."
".... lantaran itu, aku cobausahakan pembicaraan dalam buku ini, dan aku buat judulnya Toelbok Haleon supaya para pembaca tak bertanya-tanya tentang judul ini. Toelbok Haleon ini untuk mengingatkan kepada kita semua, juga supaya kita sama-sama mencari jalan keluarnya, entah bagaiamana pun caranya, supaya tolbok haleon dihilangkan dari kehidupan kita sehari-hari dan akhirnya segala kebaikan untuk kita semua"
Aku membaca novel yang kata pengantar penulisnya ditandai dengan Padang Sidimpoean, 1 Augustus 1916. Di halaman dalam,
ditulis "Tolbok Haleon, siriaon di na tobang, sipaingot toe na poso boeloeng". Di hata Angkola, na nibaen ni Sutan Pangurabaan Pane,
guru di Padang Sidimpuan (Tolbok Haleon, hiburan bagi yang tua, nasehat bagi yang muda). Rokoman na paduahoan (cetakan kedua). Nirokom di pangarokoman ni Partopan Tapanuli (dicetak oleh percetakan Partopan Tapanuli) di Padang Sidimpuan tahun 1916.
Novel yang aku baca ini buku cetakan kedua tahun 1916. Sejak disiarkan pertama kali tahun 1909 di surat kabar PostahaPadang Sidimpuan, novel ini sudah dua kali dicetak ulang. Pertama kali diterbitkan sebagai buku, novel setebal 300 halaman ini dicetak Penerbit di Sibolga tahun 1911. Kemudian tahun 1916 memasuki cetak kedua.
Novel ini merekam watak kultur masyarakat Angkola. Bagaimana masyarakat Angkola pada masa kolonialisme Belanda, dijelaskan dengan narasi di mana ketika orang-orang Belanda hidup sebagaimana cara hidup masyarakat di padang Sidimpuan. Tiap pagi mereka bangun, lalu mencari kedai kopi, kemudian minta dibungkuskan sarapan berupa kuliner khas seperti pisang goreng, onde-onde, itak pohul-pohul, dan lain sebagainya. Mereka tidak mendapat perlakuan khusus dari pedagang, antri sebagaimana masyarakat lokal menunggu giliran dilayani pedagang.
Selain soal kehidupan sosial pada masa kolonial itu, novel Toelbok Haleon banyak melukiskan tradisi kultural masyarakat ANgkola. Misalnya, hidup mengandalkan MCK (mandi cuci kakus) di sungai atau disebut tapian. Saat di tapian, hubungan sosial terangkai. Percakapan terjadi. Persoalan krusial yang dibicarakan selalu yang berkaiotan dengan kehidupan.
Berikut salah satu adegan dalam novel.
Doeng tolap halahi toe losoeng aek i, didjama-djama Nai Lillian Lolosan ma dahanon i, bia ma na sak- sak boti hortang-hortang.
(Setelah sampai ke lesung air--ini teknologi tradisional masyarakat Angkola yaitu tempat memproduksi tepung beras-- dipegang-pegang Nai Lilian Lolosan (nai artinya ibunya Lilian Lolosan) beras di tangannya, betapa putih bersih kelihatannya.
"Eme si aha de he on maen?'' ning Nai Lilian Lolosan.
("Padi --varietas-- apa ini Maen ?" tanya Ibunya Lilian Lolosan.)
"On ma da boto ho naimboroe, erne sikopal tjino," ning marbadjoe i
(Kalau kau, inilah yang disebut padi Sikopal Chino." kata perempuan di samping ibunya Lilian Lolosan.
"Eme sikopal tjino? On dope hoebege goar ni eme na songon i. Anggo na hoeboto sipahantan do na djoemeges dahanon di Angkola on!''
("Padi Sikopal Choino? Baru ini kudengar nama padi seperti ini. Sepengetahuanku, padi yang paling bagus di Angkola ini hanya Sipahattan")
Ro aloes ni anak boroe i: „Na nitongos ni dainang do da on namboroe sian Mandailing, baen baroe simpoel manjabi halahi; tai anggo di sadoe adong dope eme na djoemeges saraga nai, goarna siboroe omas.' ning si Gandoria.
(Jawaban perempuan itu: "Yang dipesan ibuku beras ini Namboru dari Mandailing karena di sana baru saja selesai panen. Tapi, kalau di sana masih ada padi yang lebih bagus sebanyak satu raga lagi. Namanya Siboru Omas" kata si Gondoria.)
"0lo da maen, djop rohamoe na mandjagit tongosan i"'
("I ya, Maen. Senang rasanya mendapat pesannan seperti itu)
"Laing na todas do i manongos halahi lima-lima boban'', ning anak boroe i, laho dibaensa dahanon i doea soloep toe bahoel.
("Memang mereka selalu mengirim lima-lima beban", kata perempuan itu sambil memasukkan dua solup beras ke bakul.)
"Oban da namboroe dahanon on di ho, anso dai djolo sikopal tjino on," ning na marbadjoe i moese.
("Ini untuk Namboru supaya Namboru bisa menikmati beras Sikopal Chino ini," kata perempuan itu. )
"Tama ma nai da maen,'' ning Nai Lilian Lolosan laho mandjagit dahanon i dohot moga ni rohana, asa oedoer ma halahi moeli.
("Senangkali hatiku, Maen," kata Ibunya Lilian Lolosan saat menerima beras pemberian itu, kemudian mereka bersama-sama meninggalkan tempat itu.
Dari percakapan ibunya Lilian Lolosan (tokoh sentral dalam novel adalah Lilian Lolosan) dengan perempuan yang ditemui di lesung air, hubungan sosial di antara mereka sangat bagus. Si perempuan yang sebetulnya tidak mengenali ibunya Lilian Lolosan, mau membagiukan beras baru kepada ibunya Lilian Lolosan. Hubungan sosial seperti ini sangat kuat dalam masyarakat Angkola dan masih sering dijumpai.
Hubungan sosial seperti ini berasal dari adat kebiasaan masyarakat Angkola, di mana anak orang lain yang seusia dengan anak sendiri akan dianggap dan diperlakukan seakan-akan anak sendiri. begitu juga dengan seorang anak akan memperlakukan seorang ibu atau seorang ayah yang tidak dikenalnya secara pribadi sebagai orang yang sama dengan orang tuanya.
Nilai-nilai seperti ini bukan tanpa alasan disampaikan Sutan Pangurabaan pane lewat dialok tokoh-tokohnya. Sebagai seorang guru, Sutan Pangurabaan Pane tidak pernah keluar dari patronnya sebagai pengajar.
Buku tebal dan terdiri dari dua jilid ini, tak lagi dibaca masyarakat Angkola. Sangat mungkin, orang tidak tahu betapa kayanya nilai-nilai budaya Angkola yang direkam Sutan Pangurabaan Pane dalam karya-karyanya.
Nilai-nilai masyarakat Angkola yang direkam Sutan Pangurabaan Pane, bertolak belakang dengan nilai-nilai Angkola yang direkam Merari Siregar dalam Azab dan Sengsara (selanjutnya disingkat ADS) karya Azab dan Sengsara meskipun keduanya sama-sama berasal dari Sipirok. merari Siregar sangat kolonial, merekam dan memperjuangkan keinginan kolonial, membuat budaya masyarakat Angkola menjadi buruk.
Belanda lewat Balai Pustaka memilih menerbitkan Azab dan Sengsara yang berlatar-belakang budaya Angkola dan ditulis oleh Merari Siregar --anak keturunan Sutan Martuwa Raja. Bagi Belanda, masyarakat Angkola yang kuat mempertahankan budaya dan menentang kolonialisme pada dekade 1910-1930, harus dilemahkan dengan cara merusak budayanya. Belanda tidak pernah menerbitkan novel yang berlatar budaya Madailing, karena masyarakat Mandailing itu hidup sebagai bagiuan dari pemerintahan koloniual Belanda yang bekerja di pusat-pusat administrasi pemerintahan.
Sejak 1910-an, Belanda sudah berusaha menghapus masyarakat Angkola dari setiap kajian tentang Batak. Upaya itu mendapat dukungan dari masyarakat Mandailing, terutama saat terjadi kasus krusial terkait Serikat Dagang. "Pertempuran" antara masyarakat Angkola dengan masyarakat Mandailing di Medan terkait tanah pekuburan Tanah Mati, dikemas masyarakat Mandailing yang didukung kolonialisme Belanda untuk menghapus jejak kulturan masyarakat Angkola. Buku Mangaraja Ihutan tentang "Sejarah Pekuburan Tanah Mati" mengisahkan secara subyektif versi Mandailing tentang masyarakat Angkola tanpa ada pendapat (tanggapan). Dan masyarakat Mandailing melakukannya dibnantu advokat berkebangsaan Belanda.
Sebagai contoh kesesatan atau penyesatan adat Angkola oleh Merari Siregar dana Azab dan Sengsara terutama pada narasi tentang "pelarangan menikah sesama marga" yang dipahami Belanda seakan-akan pelarangan itu bermakna melarang anak mencari jodoh sendiri dan memaksa anak menikah dengan pilihan orang tuanya. Aminuddin dan Mariamin yang tak salah secara adat, dinilai keliru. Keduanya dipisahkan Merari Siregar seakan-akan persoalan kaya dan miskin itu sangat penting bagi masyarakat adat Angkola, Persoalan adat yang lebih penting bagi masyarakat Angkola apalagi pada masa novel ini ditulis.

Siswa dan Guru MAN 2 Padangsidimpuan Luncurkan Buku "Dari Chicago untuk Palestina"

Siswa dan Guru MAN 2 Kota Padangsidimpuan meluncurkan buku kumpulan puisi berjudul Dari Chigago untuk Palestina. Sebanyak 50 siswa kelas XII dan 5 guru mengungkapkan kesan mereka terhadap perang yang terus bergejolak, yang telah menimbulkan penderitaan bagi rakyat Palestina. 

Pada Hari Jumat, 24 Januari 2025, Zahra Nabila Siregar, siswa kelas XII MAN 2 Kota Padangsidimpuan, membacakan puisinya yang berjudul "Kisah 150 Demonstran Pro Palestina" saat peluncuran buku kumpulan puisi Siswa dan guru  MAN 2 Kota Padangsidimpuan berjudul Dari Chicago untuk Palestina di Aula Regional madrasah. Vokalnya provokatif, intonasinya ekspresif dan mengundang rasa simpati terhadap perjuangan rakyat Palestina melawan kekejaman dan kebiadaban penjajah Israel. 

"Di bawah langit yang muram dan suram 

Di jalan-jalan yang panas dan membara 

Ratusan jiwa bernaung di bawah spanduk 

Menggapai mimpi dalam gelora perjuangan"

Zahra Nabila Siregar satu dari 50 siswa kelas XII MAN 2 Kota Padangsidimpuan yang karyanya masuk dalam kumpulan puisi Dari Chicago untuk Palestina 

Ahmad Hussein Harahap, guru MAN 2 Kota Padangsidimpuan, yang menjadi guru pembina para siswa dalam menulis dan menerbitkan buku, mengatakan kegiatan penerbitan buku karya para siswa dan guru sudah diadakan sejak tahun 2023 dengan judul buku Dalam Dekap Kemenangan sebagai buku pertama kolaborasi siswa dan guru. 

“Kami bekerjasama dengan Gerakan Sekolah menulis Buku (GSMB) Nyalanesia untuk mengembangkan literasi di sekolah dengan memberikan pelatihan untuk para siswa tentang dunia kepenulisan. Menulis merupakan cara mengekspresikan diri dalam menumbuhkan kreativitas,” kata Ahmad Husein Harahap sebagai ketua koordinator tim literasi sekolah MAN 2 Padangsidimpuan.

Nyalanesia adalah startup pengembang program literasi sekolah terpadu, yang memfasilitasi siswa dan guru untuk menerbitkan buku, mendapatkan pelatihan dan sertifikasi kompetensi, serta akses pada apresiasi berbagai program unggulan Nyalanesia dalam memajukan literasi di berbagai sekolah di seluruh pelosok nusantara.

Sejak tahun 2023, Ahmad Husein Harahap menjalin kemitraan dengan Nyalanesia dalam pengembangan program literasi sekolah terpadu melalui program   Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB) Nasional.

“Dalam GSMB, siswa dan guru difasilitasi untuk berkarya dan menerbitkan buku, mendapatkan pelatihan dan sertifikasi kompetensi, pendampingan pengembangan program literasi, serta kompetisi berliterasi,” katanya. 

Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Padangsidimpuan Dr. H. Erwin Kelana Nasution, M.A. yang diwakili oleh Kasubbag TU Kemenag Kota Padangsidimpuan, H. Khoirun Nikmad, S.Pd.I, M.Pd., mengapresiasi peluncuran buku yang berisi karya siswa dan guru MAN 2 Kota Padangsidimpuan sebagai hal positif yang harus menjadi tradisi bagi generasi muda. 

"Tidak mudah menulis buku, tapi anak-anak MAN 2 Kota Padangsidimpuan telah melakukannya. Ini harus menginspirasi anak-anak di sekolah lain, terutama generasi muda. Buku adalah jejak yang selalu akan ada dan hadir sepanjang masa," katanya. 

H. Khoirun Nikmad senada dengan Kepala MAN 2 Padangsidimpuan, H. Lobimartua Hasibuan, SH, M.Pd. Dikatakannya, kreativitas siswa MAN 2 Kota Padangsidimpuan di bidang literasi dengan menerbitkan buku, merupakan kerja kreatif dan produktif dari seluruh pemangku kepentingan pendidik di internal MAN 2 Kota Padangsidimpuan, khususnya tim litersi sekolah yang terdiri dari Ahmad Husein Harahap, Anugerah Agung Pohan, Khoirun Nisa Nainggolan, Dinda Pratiwi, dan Nora Almaisi Harahap.  


“Guru, siswa, dan orang tua siswa pada Komite Madrasah di MAN 2 Padangsidimpuan telah bekerja sama untuk mendorong agar para siswa MAN 2 Kota Padangsidimpuan memiliki kreativitas yang layak dibanggakan,” katanya.

Sebagai Kepala MAN 2 Kota Padangsidimpuan, H. Lobimartua Hasibuan, SH, M.Pd. menekankan akan selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kreativitas anak-anak didik. "Menulis buku itu luar biasa. Saya sangat mengapresiasi apa yang dihasilkan para guru dan siswa di madrasah," katanya.

Pengurus Komite MAN 2 Kota Padangsidimpuan, Gunawan Siregar, mengatakan sebagai perwakilan orang tua siswa sangat bangga atas prestasi para siswa dalam menerbitkan buku karya mereka dibantu para guru yang memiliki kompetensi dalam menulis. 

Dalam Kesempatan ini diberikan piagam penghargaan dari Nyalanesia kepada para guru dan siswa yang terdiri dari Plakat Sekolah Aktif Literasi Nasional, Kepala Sekolah Berprestasi bidang Literasi, Finalis Duta Literasi Sekolah untuk 3 siswa, dan Guru Aktif Literasi.