IPTS dan Bengkel Kreatif Gelar Seminar Sastra Nasional tentang Sastra Masuk Kurikulum

Rencana pemerintah memasukkan karya sastra dalam kurikulum (Program Sastra Masuk Kurikulum) mulai tahun 2025, masih membingungkan bagi para guru pengajar bahasa dan sastra Indonesia.  Mereka mengaku, selain kesulitan mengakses buku-buku sastra yang direkomendasikan, mereka juga berharap pemerintah memberi kebebasan menyesuaikan buku sastra yang diajarkan dengan kondisi di daerah masing-masing.

Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek melaunching “Buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra” pada Senin 20 Mei 2024 lalu.  Buku panduan setebal 784 halaman itu merekomendasikan 177 judul buku fiksi --43 karya untuk SD sederajat, 29 judul untuk jenjang SMP, dan 105 untuk SMA/SMK/MA-- yang harus diajarkan di sekolah.

Namun, sejumlah guru yang ditemui mengaku, sebanyak 177 buku yang direkomendasikan untuk diajarkan kepada peserta didik itu, sulit diakses di daerah. Jika tetap dipaksakan, para guru pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia akan ketinggalan dibandingkan para pengajar di daerah lain yang sudah memiliki 177 buku tersebut. Sebab itu, para guru berharap agar pemerintah tidak hanya merekomendasikan 177 buku tetapi mengirimkan buku-buku yang direkomendasikan itu ke sekolah-sekolah yang ada. 

Di sisi lain, para sastrawan mengkritisi Buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra itu sebagai sebuah proyek untuk mengkanonisasi karya sastra dari para sastrawan yang terlibat dalam kegiatan kurasi.  Pasalnya, buku karya para sastrawan yang menjadi kurator,  masuk dalam daftar 177 judul buku fiksi yang direkomendasi. Sementara buku-buku sastra dari sastrawan yang lebih dikenal karena kandungan nilainya tidak ikut dimasukkan tanpa alasan. 

Keputusan meluncurkan “Buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra” dikhawatirkan menghapus banyak sastrawan seperti Sanusi Pane, Sutan Takdir Alisjahban, dan lain sebagainya dari khazanah kesusastraan Indonesia. Selain itu, kritik yang ditujukan kepada Kemendikbud Ristek ini menujukkan bahwa Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP)  terkesan ingin mengontrol buku-buku sastra yang boleh dipelajari dalam program Sastra Masuk Kurikulum ini. Pasalanya, para guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran sastra di sekolah diminta hanya mengajarkan buku-buku sastra yang ada dalam daftar rekomendasi.

"Menghadapi persoalan tersebut, Panitia Festival Sastra Sanusi Pane 2024 bersama Institut Pendidikan Tapanuli Selatan akan menggelar Seminar Sastra Nasional tentang "Sastra Masuk Kurikulum" pada Sabtu, 26 Oktober 2024," kata Hady Kurniawan Harahap, ketua Panitia Festival Sastra Sanusi Pane 2024. "Seminar yang menampilkan Saut Situmorang, kritikus yang paling keras memprotes keberadaan Buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra, itu akan tampil sebagai pembicara." 

Selain Saut Situmorang, akan ada pembahasan dari sisi sejarah lokal yang disuguhkan oleh Erwin Siregar, ketua Program Studi Sejarah di Institut Pendidikan Tapanuli Selatan. Erwin akan mengkaji hubungan antara karya sastra dengan sejarah lokal di Kota Padangsidimpuan sekaitan dengan keberadaan Sanusi Pane.

Dari perspektif yang berbeda, Desy Andriani, akademisi dari Universitas Graha Nusastra, akan membicarakan perihal sastra sebagai persoalan linguistik. 


Hady menambahkan, seminar sastra tingkat nasional ini ditujukan kepada guru, dosen, dan mahasiswa calon guru pengajar Bahasa dan Sastra indonesia. "Kita membuka seminar untuk masyarakat umum yang ingin berbagi ilmu pengetahuan," katanya.

Menurut Hady, seminar ini digelar mengingat banyak guru dan para pengajar bahasa dan sastra Indonesia di tingkat SD,SMP, SMA yang kesulitan memahami perihal program Sastra Masuk Kurikulum. Pasalnya, selama ini pengajaran sastra di sekolah hanya bersifat sekilas sehingga para guru perlu mendapat pemahaman lebih terkait metode pengajaran sastra dalam program Sastra Masuk Kurilum.

"Dengan seminar ini, kita berharap para guru yang menjadi peserta akan bertambah pengetahuan dan pemahamannya," kata Hady.   

Posting Komentar