Festival Sastra Sanusi Pane Potensial Mempromosikan Kota Padangsidimpuan

Desy Andriani, Erwin Siregar, dan Saut Sitomurang menjadi pembicara dalam Seminar Nasional yang digelar Bengkelkreatif.id dalam rangka Festival Sastra Sanusi Pane 2024 di aula Institut Ilmu Pendidikan Tapanuli Selatan, pada Sabtu, 26 Oktober 2024. 

Para pemangku kepentingan di Kota Padangsidimpuan, terutama Wali Kota Padangsidimpuan bersama para pejabat pemerintahan, seharusnya  bersyukur dan ikut berperan di dalam kegiatan yang mempromosikan "Kota Salumpat Saindege" seperti Festival Sastra Sanusi Pane yang digelar Bengkel Kreatif sejak 1 September 2024 sampai 27 Oktober 2024.  

"Dengan gelaran Festival Sastra Sanusi Pane ini,  orang-orang di luar sana mulai melirik ke Kota Padangsidimpuan dan mencari tahu apa kaitan antara Sanusi Pane dengan Kota Padangsidimpuan. Saya yang tinggal di Yogjakarta, selama ini tidak pernah tahu ada kaitan sastrawan besar Sanusi Pane dengan Kota Padangsidimpuan," kata Saut Situmorang saat menghadiri Puncak Festival Sastra Sanusi pane 2024 di Gedung Nasional, Minggu, 27 Oktober 2024. 


Menurut Saut, para pemangku kepentingan daerah di sejumlah daerah yang pernah dihadirinya, akhir-akhir ini mulai menyadari pentingnya mempromosikan daerahnya masing-masing lewat kegiatan-0kegiatan kreatif yang disebut kesenian dan kebudayaan. Di sejumlah daerah, kata Saut Situmorang, muncul festival-festival kesenian dan sastra yang menghadirkan tokoh-tokoh penting seperti yang dilakukan Bengkel Kreatif dengan menggelar Festival Sastra Sanusi Pane 2024.


"Sayang sekali pemerintah daerah atau perwakilan tidak ada yang datang dalam kegiatan penting ini. Saya khawatir, para pemangku kepentingan dan para pejabat di Kota Padangsidimpuan ini tidak mengerti kesenian apalagi sastra. Kalau ini benar, kasihan masyarakat Kota Padangsidimpuan," katanya.


Saut Situmorang hadir di Kota Padangsidimpuan karena diundang Bengkel Kreatif selaku penyelenmggara Festival Sastra Sanusi Pane 2024 sebagai pembicara dalam Seminar Sastra Nasional bertema "Pembelajaran Sejarah, Bahasa, dan Sastra Indonesia sebagai Wahana Memperteguh Karkater dan Budaya Berbangsa" yang digelar di aula Institut Ilmu Pendidikan Tapanuli Selatan (IPTS), Sabtu, 26 Oktober 2024.


Dalam seminar yang juga menampilkan Erwin Siregar, S.Pd, M.Pd, ketua Program Studi Sejarah IPTS, dan Desy Andriani, M.Si, dosen antropologi di Universitas Graha Nusantara (UGN), itu Saut Situmorang menyampaikan bahwa pemerintrah daerah harus memberikan perhatian lebih terhadap perkembangan kesusastraan di daerahnya. 


"Para pencipta karya sastra adalah orang-orang kreatif yang mampu menghadirkan realitas dalam kehidupan sehari-hari ke dalam bacaan. Karya sastra itu mampu membuka wawasan  para pejabat untuk lebih mengetahui kondisi masyarakatnya saat ini," katanya.


Hal senada disampaikan Ubai Dillah Alanshory, sastrawan asal Padang Panjang yang juga pelaku penggerak Festival Penyair Internasional Padang Panjang. Dia mengatakan, pemewrintah daerah seharusnya memberikan dukungan kepada para kreator seni di Kota Padangsidimpuan untuk terus-menerus menggelar kegiatan festival sebagai salah satu upaya mempromosikan Kota Padangsidimpuan ke dunia luar.


"Kota Padangsidimpuan ini sudah punya nama, dan punya banyak sastrawan. Kami dari Padang Panjang, setiap kali menggelar acara kesenian, selalu ingibn melibatkan para seniman dari Kota Padangsidimpuan," katanya.


Toras Barita Bayo Angin, sastrawan Kopta Padangsidimpuan yang juga dosen di IPTS, mengatakan kesenian sudah mati suri di Kota Padangsidimpuan sejak lama. Namun, ketika Festival Sastra Sanusi Pane 2024 digelar, ia berkeyakinan dinamika kehidupan berkreativitas sastra akan tumbuh kembali di Kota Padangsidimpuan. "Saya yakin, Kota Padangsidimpuan ini akan tumbuh bersama para kreator sastra ," katanya.    


Ketua Panitia Festival Sastra Sanusi pane 2024, Hady Kurniawan Harahap, mengatakan pihaknya sebagai penyelenggara Festival Sastra Sanusi Pane 2024 sudah melakukan audiensi dengan para pemangku kepentingan di Kota Padangsidimpuan dan menyampaikan perihal akan digelarnya kegiatan sastra untuk mengasah, menginspirasi, dan membuka panggung-panggung kreatif bagi para kreatoir sastra di Kota Padangsidimpuan.


"Selama ini, para seniman di Kota Padangsidimpuan tidak punya panggung karena pemerintah daerah tidak pernah memikirkannya. Pada dekade 1980-an, dinamika kehidupan berkesenian tumbuh di Kota Padangsidimpuan, tapi akhir-akhir ini mati suri," kata Hady.


Menurut Hady, para kreator seni di Kota Padangsidimpuan tetap berproses dan menghasilkan karya. Namun, keberadaan mereka tidka diketahuyi oleh para pemangku kepentingan karena pejabat-pejabat pemerintah di Kota Padangsidimpuan ini lebih mengurusi seni-seni yang berkaitan dengan gaya hidup. 


"Anak-anak peserta didik di SD, SMP, dan SMA yang terus berproses dan berkreativitas serta menghasilkan karya, kurang mendapat perhatian. kalaupun ada lomba-lomba yang digelar pemerintah, selalu berakhir jadi kericuhan karena peserta merasa tidak mendapat perlakuan adil akibat para jurinya tidak kompeten," katanya.


Selain itu, kata Hady, penghargaan terhadap para kreator seni itu sangat buruk. Sebagai contoh, anak-anak yang terlibat dalam kegiatan pawai dalam rangka ulang tahun Kota Padangsidimpuan, yang dipaksa berjalan kaki sejauh lima kilometer, ternyata tidak mendapatkan apapun dari kerja keras mereka. "Kami sudah tanya, para pemenang pawai saja tidak mendapat apapun," katanya.

      

Posting Komentar