Kau Bisa Mengubur Kesombongan
Aku tak bersandar pada kesementaraan.
Tapi aku bersandar pada Sang Pemilik Keabadian.
Kau bisa mengubur kesombongan.
Lalu tanam di atasnya kepatuhan
pada Dia yang telah menyediakan rejeki sepanjang hidupmu.
Tersenyumlah ke cakrawala biru,
tanpa abai sujud di tanah leluhurmu.
Di Bordes Kereta
Di bordes kereta,
seorang pelacur muda
menghitung uang recehan.
Sebelum pagi tiba,
seorang kuli angkut
baru saja memakainya.
Air matanya menitik.
Ia ingat pada ibunya
yang tinggal di gubuk tua.
Ia merasa telah kalah,
karena lapar yang menekannya.
Ia ingin pulang sebelum senja,
meninggalkan kota
dan lelaki yang menipunya.
Perjalanan Cinta
Kemarin adalah kenangan.
Hari ini adalah perjuangan
Esok adalah misteri yang berbunga impian.
Kesementaraan ini tak perlu sia-sia.
Mesti ditumbuhi pohon-pohon kebaikan
yang menjangkau cakrawala-Nya.
Sebab warna-warni di sini akan tumbang semuanya,
ketika ruh sampai pada tugas terakhirnya.
Perjalanan di Bumi
Jalan ini sudah lama kutempuh.
Ada duri dan kembang warna-warni.
Semuanya mengabarkan pada nurani.
Betapa perjalanan ini singkat sekali.
Sebab ada yang datang dan pergi.
Biarlah cinta tak mati.
Sekali di bumi,
Kasih sayang tetap terjaga di sini.
Lagu untuk Ibu
Hari ini aku ingin menggambar lautan kasih
sayangmu. Tapi penaku buntu
Di kepalaku masih tergambar iringan
perahu doamu untukku
Dalam kegelapan kau beri aku suluh
Topan telah kau tembus tanpa keluh
Angin pantai dari matamu menyapaku
Bersyukur aku dalam cahaya rindu
Ibu, tak sanggup tanganku menjelajahi
lautan kasih sayangmu
Ridhomu terpahat di jantungku
Doamu menurunkan keharuan di mataku
Catatan Hidup
Sunyi berbaring di kalbuku
Gema ayat-Mu yang melintas
Menyalangkan kembali mataku
Melawan ombak yang keras
Kupetik angin dari mata ibuku
Aku simpan di jantungku
Kelak ingin kubagi pada pacarku
yang membawa bulan untukku
Angin dan bulan akan kusimpan
buat bekal keturunan di perjalanan
Memang harus ada yang dipahatkan
sebelum ruh meninggalkan badan
Azhar lahir di Jakarta, 6 Agustus 1966. Alumni Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta (IISIP Jakarta) kini lebih dikenal sebagai perupa. Ia menulis puisi, cerpen, dan novel. Buku puisinya, Lintasan Langit Biru, terbit saat masih SMA, lalu Mata yang Memberi, ditebitkan Penerbit Bukupop, Jakarta, 2005.
Buku lainnya adalah novel: Anak-anak Perjuangan, Kerja Keras Berbuah Nikmat, Cerita Seorang Pejuang, Ladang Sang Penari, Godain Kita Dong, Gadis Manis Pencuri Cinta, Selamat Datang Cinta. Novelnya juga pernah dimuat sebagai cerita bersambung di Harian Sinar Pagi dengan judul Bercinta dalam Kemelut, novel Perempuan Tergadai dimuat bersambung di Yudha Minggu. Novel saduran yang tulisnya bersama Dr. Syahrial berjudul Ken Tambunan dan Sang Pangeran.
Buku terbarunya, novel saduran, Sidi Ibrahim dan Putri Raja, diterbitkan Perpusnas Press. Dia punya galeri lukis dan bisa diikuti di Youtube
Posting Komentar