Puisi-Puisi Budi Hatees



PETANI CABAI

Seperti tahun-tahun yang berkarat 
sebagai ingatan, rasa cabai kembali tawar
saat pecah di lidah. Tanganmu jatuh
saat menerima hasil penjualan
yang disodorkan si pengepul.  Matamu
lungsur,  tanpa menghitung uang itu, kau
kantongkan lalu pergi. Kakimu berat
melangkah di jalan setapak menuju rumah
dan wajah istrimu membayang, sedih
bertahan di matanya,  sambil menanak
ubi sebab beras tidak akan terbeli.

Menjelang tiba rumah, seluruh bau keringat
selama tiga bulan menggaru tanah, 
merebak di udara serupa bau bangkai. 
Harapan telah mati untuk beli kebahagiaan
buat istri dan anak-anak.  Seperti piring
jatuh ke lantai, mimpi-mimpimu
berkeping jadi beling. Telapak kakimu
tertusuk,  luka,  tapi perihnya kau rasakan
menusuk di dada.  Dan langit siang itu,
gelap seperti kutukan yang  menguntit
nasibmu.  Kau bayangkan keluargamu
di dalam kegelapan itu hanya bisa meraba
saat berjalan,  selebihnya menggigil lapar.


RUMAH

Sebuah rumah adalah stasiun
dari mana anak-anak akan pergi
dan ke mana mereka akan kembali.

Sering, setelah anak-anak pergi
tak ada yang kembali. Bertahun-tahun
rumah tak diurus:  rumpun perdu

mengubah  halaman jadi sarang
ular,  jendela kaca pecah, cat dinding
mengelupak. Dan sepasang suami-istri

yang renta,  menatap potret keluarga
yang berdebu. Di jam-jam rindu,
kenangan bangkit dari timbunan

masa lalu  yang  diasuh sunyi.  Ruang tamu,
dapur, kamar tidur anak-anak, serambi,
dipenuhi debu. Berjalinan sawang

dari zaman yang memaksa air mata
mengucur.  Mengalir di gurat-gurat
usia yang memenuhi muka, lembab

oleh karat kesedihan diseduh rindu
bertemu anak-anak. Si suami
di kursi roda, duduk melengkung

dengan ingatan yang kabur, dan kata-kata
yang tak tepat untuk telinga. Alzimer
membunuh keinginan untuk pergi

ke rumah anak-anaknya.  Si perempuan
berulang mengigau kedatangan cucu
yang tak pernah ditemui.  Di dalam mimpi

sebuah rumah adalah duka lara
sepasang suami-istri yang renta
dirundung rindu hingga akhir hanyatnya.


SIBOLGA

Bulan merah di langit Sibolga
mengambang di laut berombak
Laut menyala, cahaya sampai

ke pelabuhan. Kapal-kapal  
adalah sihluet kesunyian,  jam
dipenuhi dengkur pelaut  

di geladak. Puntung rokok,
kartu domino berserak,  botol-botol
kosong, dan mimpi nelayan

menangkap ikan.  Bulan hilang
ditimbun awan. Tak tercium
amis ikan menyeruak  

ke jantung udara. Sibolga
tanpa buruh dengan ember-ember biru  
penuh ikan. Tak ada perempuan

menuliskan jumlah hasil tangkapan
di pelelangan. Bulan hilang
dari langit.

Posting Komentar